Selasa, 26 Agustus 2008

Melihat Dunia (Islam) setelah Olimpiade Beijing

Thursday, 21. August 2008, 11:43:38

Oleh Ulil Abshar-Abdalla

Kepada kaum Islamis yang “sok yakin” dan “ge-er” bahwa Islam akan menjadi kekuatan dunia baru, saya mengatakan: tengoklah India dan Cina itu! Mereka bekerja keras untuk membangun ekonomi, merebut peluang dalam pasar global, bukan mengumbar retorika semata. Jika Islam hendak maju, tiada cara lain kecuali bekerja keras seperti dua negeri tersebut, bukan bekerja keras untuk mendirikan sebuah “khilafah” yang tak jelas juntrungannya itu. Kesampingkan mimpi kalian itu, wahai kaum Islamis! Bangunlah, sebab negeri-negeri lain mencapai kemajuan bukan dengan mimpi semata, tetapi dengan kerja keras. 

Artikel ini sebelumnya telah dimuat di Koran Tempo, 16 Agustus 2008 

PADA tahun 80an, setelah hancurnya Uni Soviet, banyak kalangan ideolog gerakan Islamisme yang meramal bahwa kapitalisme di mana Amerika menjadi simbol utamanya akan segera rontok. Dari reruntuhan dua “ideologi” dan kekuatan besar itu, mereka meramalkan (atau “wishful thinking”?) bahwa Islam akan tampil sebagai kekuatan baru yang menggantikan keduanya. 

Apakah mimpi mereka itu sudah mulai memperlihatkan tanda-tanda akan terwujud? Marilah kita tengok dunia sekitar. Yang paling gampang adalah dengan melihat event yang sekarang sedang digelar di Cina, yaitu Olimpiade Beijing 2008. Pembukaan Olimpiade di Beijing pada 8/8/08 yang lalu begitu megah sekali, seolah-olah negeri Cina hendak mendeklarasikan diri bahwa kami adalah kekuatan baru di panggung dunia. Apa yang dikatakan oleh negeri Cina itu bukan sekedar mimpi atau “wishful thinking”, tetapi kata-kata yang disokong dengan sebuah bukti nyata. 

Sekarang kita lihat sendiri, kekuatan baru yang akan menjadi pesaing utama Amerika Serikat tampaknya bukan negeri-negeri Islam atau “Islam” secara umum. Pesaing baru itu datang dari dua negeri yang jauh dari tradisi Islam, yakni Cina dan India. 

Fareed Zakaria menulis buku baru (yang tampaknya kurang terlalu sukses), “Post American World”, dunia paska-Amerika. Menurut dia, konstelasi kekuatan dunia saat ini pelan-pelan mulai memperlihatkan gejala baru, yaitu merosotnya peran Amerika, dan dari sanalah lahir dunia baru, dunia paska-Amerika. Tetapi, dunia baru ini bukan ditandai dengan merosotnya peran Amerika secara total, atau “the declining West”. Yang terjadi adalah munculnya beberapa kekuatan baru dalam bidang-bidang tertentu atau “the emerging rest”. Dunia tidak lagi uni-polar, tetapi multipolar. 

Visi dunia yang dibayangkan kalangan Islamis masih “old-fashioned”, alias kuno dan antik, yaitu dunia dengan kekuatan tunggal yang dominan di semua bidang. Kalangan Islamis bermimpi Islam atau “negeri Islam” memerankan kekuatan hegemonik seperti yang diperankan oleh Amerika sekarang. Dengan kata lain, dengan seluruh kebencian mereka terhadap Amerika, mereka sebetulnya “kesengsem” atau jatuh cinta pada peran yang dimainkan Amerika saat ini, dan karena itu mereka bermimpi suatu saat Islam akan menggantikan peran itu. 

Saya kira, mimpi seperti itu menjadi tidak relevan dalam jangka panjang. Pertama, mimpi itu sendiri jelas “mimpi”, sebab hingga sekarang kita belum melihat tanda-tanda sedikitpun bahwa negeri-negeri Islam akan menjadi kekuatan baru, entah dalam bidang militer, teknologi, kebudayaan, apalagi ekonomi, terlebih-lebih olah-raga. 

Hingga sekarang, negeri seperti Saudi Arabia masih bergelut dengan pertanyaan utama: bolehkah perempuan ikut olah-raga? Dalam Olimpiade Beijing saat ini, kontingen olah-raga Saudi Arabia sama sekali tak menyertakan perempuan. Alasannya jelas karena masalah agama: menurut Islam versi mereka, perempuan tak layak, atau tepatnya diharamkan ikut olah-raga. 

Dalam bidang ekonomi, tak ada satu negeri Islampun yang bisa disebut sebagai kekuatan yang signifikan saat ini. Negeri-negeri Arab teluk seluruhnya menggantungkan pertumbuhan ekonominya pada sumber alam, yaitu minyak, bukan karena kerja keras penduduknya sendiri. Secara budaya, kita juga jarang melihat produk-produk budaya “populer” yang meng-global yang berasal dari dunia Islam. Dalam bidang sastra misalnya, karya-karya yang mampu menembus pasar dunia yang muncul dari luar tradisi kesusasteraan Barat umumnya berasal dari para penulis India. Penulis Muslim yang mampu menembus pasar itu adalah Orhan Pamuk yang berasal dari Turki, negeri Muslim yang sekuler yang justru dibenci oleh kalangan Islamis di mana-mana.

Tidak ada komentar: