Sabtu, 30 Agustus 2008

Ramadhan 3

Puasa dan Belenggu Duniawi

Kita selalu tergerak manakala penanggalan menunjuk bulan Syakban yang semakin menua. Kini pun Bulan di langit sudah tinggal selengkung tipis.

Itu menandakan sebentar lagi akan datang tanggal 1 Ramadhan. Masyarakat berduyun-duyun ke makam untuk ziarah. Toko dan pusat perbelanjaan penuh pengunjung yang ingin membeli sediaan untuk bulan puasa.

Mungkin itu fenomena rutin tahunan. Di luar itu, banyak yang tidak rutin dalam menyambut kedatangan bulan suci Ramadhan. Sebenarnya yang diharapkan adalah dari tahun ke tahun kita berada pada tingkat yang lebih tinggi setelah digembleng lahir batin selama Ramadhan, lalu mempraktikkan ajaran dan latihan selama sebulan dalam kehidupan sehari-hari 11 bulan berikut.

Sebagaimana pertarungan yang sulit, tak semua dapat kita menangi. Meski dari tahun ke tahun kita masuk dalam latihan, kita tak bisa mengklaim bahwa kita telah lulus dalam ujian kesucian, kejujuran, kesabaran, dan laku mulia lain yang diidealkan oleh ibadah puasa.

Itu bukan karena kita kurang berusaha, tetapi memang godaan hidup bukan perkara kecil. Ini menjelaskan mengapa sosok-sosok ternama di berbagai posisi yang kita andaikan sudah lulus dari ujian dasar moral ternyata banyak di antaranya yang kini justru berkubang dalam lumpur, entah oleh karena tindakan korupsi ataupun karena penyelewengan lainnya.

Ya, to err is human, berbuat salah itu manusiawi, tetapi kita tidak ingin kalah dan larut oleh paham deterministik itu. Justru ketika karakter kita sebagai bangsa banyak digugat sekarang ini, relevansi puasa semakin nyata. Di sini, puasa ingin kita tempatkan sebagai wujud ibadah yang lebih mencakup, tidak sekadar tidak makan dan minum serta melakukan hubungan suami-istri dari subuh hingga maghrib, tetapi seiring dengan itu juga membangun watak mulia. Bahkan, dengan melalui puasa pula kita bisa belajar disiplin, sadar dan menghargai waktu, asketik, peduli, dan solider (compassion).

Bulan suci Ramadhan datang, marilah kita manfaatkan sebaik-baiknya untuk berefleksi, menengok kembali kelemahan diri, dan memanfaatkan momen-momen hening setelah shalat tarawih dan shalat subuh untuk lebih banyak bersujud dan berdoa. Dengan itu, kiranya belenggu duniawi dalam wujud pekerjaan, dalam wujud orientasi pada harta benda, dalam wujud ambisi kekuasaan, dapat kita longgarkan. Inilah kesempatan untuk menyadari bahwa hidup tidaklah semata berfokus pada soal-soal duniawi tersebut.

Sebelas bulan dalam setahun kiranya lebih dari cukup untuk menikmati dunia, dan yang sebulan kita jadikan saat untuk berhenti dan konsolidasi. Inilah harapan pendek yang dapat kita ulang kembali ketika menyambut datangnya bulan Ramadhan 1429 Hijriah.

Kita yakin, dengan berbekal jiwa yang lebih tertempa, fisik yang terlatih dengan lapar dan haus, diri kita akan lebih kuat dan peka.

Selamat menunaikan ibadah puasa Ramadhan.

***

Tidak ada komentar: