Rabu, 22 Oktober 2008

Kehidupan Beragama


Keberagamaan Harus Progresif
Rabu, 22 Oktober 2008 | 00:25 WIB

Jakarta, Kompas - Umat beragama di kawasan Asia menghadapi tantangan yang sangat besar dan berat. Tantangan itu terutama untuk mengantisipasi kebangkitan kawasan Asia Pasifik atau Asia Timur sebagai kawasan pertumbuhan masa depan. Itu sebabnya keberagamaan harus progresif agar dapat menjawab tantangan zaman.

Hal ini disampaikan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin, Selasa (21/10), seusai menghadiri Konferensi Agama untuk Perdamaian Se-Asia (Asia Conference of Religion for Peace/ACRP) di Manila. Organisasi yang sudah dibentuk sejak 32 tahun lalu ini juga memilih Din Syamsuddin sebagai Presiden ACRP dan menempatkannya sebagai tokoh Indonesia pertama sebagai Presiden ACRP.

”Agama-agama harus tampil sebagai faktor pendorong kemajuan Asia, maka perlu dikembangkan keberagamaan progresif dengan spiritualitas dinamis bagi kemajuan,” ujarnya.

Keberagamaan progresif itu, menurut Din, juga harus didukung dengan keimanan dan kesalehan tengahan yang tidak terjebak pada dua ekstrem, baik radikal maupun liberal.

Jalan tengah, menurut Din, merupakan alternatif sekaligus solusi bagi pemecahan problematika umat manusia saat ini. Problem itu adalah ketiadaan damai yang bukan sekadar diartikan sebagai perang fisik, tetapi juga perang terhadap kemiskinan.

”Dalam deklarasi ACRP juga dimuat komitmen untuk mengatasi berbagai bentuk ketiadaan damai ini, termasuk menanggulangi berbagai konflik yang masih berlangsung di beberapa bagian negara Asia, seperti di Sri Lanka, Thailand, Filipina, dan Semenanjung Korea,” ujarnya.

Direktur Eksekutif Centre for Dialogue and Cooperation among Civilizations (CDCC) Abdul Mu’ti mengatakan, sikap kalangan agama yang bisa menghargai semua golongan akan sangat berguna untuk mengembangkan peradaban. Sikap umat beragama yang ikut mencari solusi atas problem masyarakat juga sangat dibutuhkan untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia.

Misalnya, problem kemiskinan sering kali hanya menjadi polemik dan diperdebatkan tanpa ada langkah penyelesaian dalam bentuk kebijakan negara yang nyata. Kalangan umat beragama yang mempunyai tanggung jawab untuk ikut mengangkat harkat dan martabat manusia juga masih kurang memberikan solusi.

”Ini tugas kita, apalagi masih banyak orang yang hidup dalam kondisi miskin. Lebih menyedihkan lagi, rakyat miskin dari segi ekonomi ini juga miskin akses terhadap perlindungan hukum,” ujarnya. (MAM)

Tidak ada komentar: