Rabu, 12 November 2008

Dunia Muslim dan Krisis Global


Dr Terry Lacey
Economist Development

Pada saat Barack Obama terpilih menjadi presiden Amerika Serikat, maka akan menjadi sebuah negara yang berbeda di dalam dunia yang berbeda. Tidak akan ada jalan untuk kembali ke bisnis seperti biasanya. Hancurnya pasar perumahan sub-primer telah menjadi kehancuran perbankan dan menuju krisis financial dunia. Kemudian, menuju ke dalam resesi ekonomi dunia.

Tidak ada cara untuk menghindar dari rangkaian dampak naik turunnya ekonomi dan finansial, kehancuran pasar modal dan fluktuasi nilai tukar mata uang yang tidak terkendali. Meski demikian, bagi perkembangan ekonomi Asia, Timur Tengah dan Amerika Latin, dan bahkan untuk Afrika, perubahan ini mewakili kesempatan yang baru serta masalah jangka pendek. Peristiwa ini adalah simbol sebuah perubahan keseimbangan global dari sebuah kekuatan di mana Amerika Serikat dan Eropa harus menyesuaikan diri dengan naiknya kekuatan ekonomi Asia, Timur Tengah, dan BRIC (Brasil, Rusia, India, Cina).

Lebih dari setengah populasi Muslim di dunia terpusat dalam jumlah yang kecil di negara yang lebih luas. Kebanyakan menghadapi masalah kemiskinan, buta huruf, dan kemampuan perkembangan ekonomi yang lemah yang sering kali disertai dengan perkembangan politik yang lemah dan ketidakamanan.Negara-negara ini termasuk di antaranya Bangladesh, Mesir, Nigeria, Pakistan, India, Indonesia, dan Turki. Tiga negara terakhir berada dalam posisi yang berbeda karena mereka memiliki, sampai saat ini, perkembangan ekonomi yang lebih tinggi dan diperkuat dengan demokrasi politik.

Dunia Muslim sisanya kebanyakan terpusat di Timur Tengah, Afrika Utara, dan Sahel, serta Republik Asia Tengah yang baru. Jadi, 80 persen atau lebih dunia Muslim terletak di negara-negara di Selatan atau di negara-negara berkembang, termasuk kaum minoritas dari populasi yang lebih kecil di negara yang lebih kaya yang kebanyakan berada di Teluk, tapi termasuk Brunei dan Malaysia.

Akan seperti apakah perubahan ekonomi, finansial, dan institusional yang disebabkan kekacauan finansial global memengaruhi dunia Muslim dan isu perkembangan penting ekonomi, sosial, dan politik pada komunitas Muslim yang lebih besar? Beberapa jawaban mungkin dapat diproyeksikan melalui dampak krisis pada tiga isu besar.Pertama, krisis akan mempercepat permintaan untuk kemajuan ekonomi dan sosial di negara dan masyarakat Muslim. Tapi, bukan menyerah dengan mudahnya pada teori Barat tentang liberalisasi dan globalisasi.

Kedua, krisis akan membawa pada kerja sama dagang dan ekonomi yang lebih besar antara negara Selatan yang tidak ingin lagi terlalu bergantung pada AS dan Eropa. Ketiga, krisis akan menempatkan konfrontasi Palestina-Israel ke dalam parameter yang lebih realistis dan mendorongnya pada sebuah kesimpulan.

Negara-negara Muslim tidak perlu lagi merasa kehabisan langkah jika saja pemerintah dan rakyat mereka bersama-sama tidak berkeyakinan pada manfaat mereplikasi liberalisasi dan globalisasi negara Barat. Ini krisis kapitalisme dan bahkan penasihat pasar bebas yang paling hebat pun dipaksa menghadapi kenyataan bahwa ketika kapitalisme gagal maka pemerintah harus segera memberi jaminan.

Adalah kapitalis ketika krisis naik dan sosialis ketika turun. Ini tidak berarti, seperti yang disarankan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla, bahwa perbankan syariah bisa secara tiba-tiba menghadirkan alternatif yang komprehensif untuk kapitalisme. Pada kenyataannya sejauh ini pembiayaan Islami telah sangat terpadu ke dalam struktur kapitalisme global, dengan sedikit tekanan pada perluasan radikal serta konsep pembagian laba dan rugi yang unik dengan Muslim lainnya di negara yang lebih miskin. Mencoba untuk mengubah pembiayaan Islami ke dalam suatu alternatif yang komprehensif untuk kapitalisme telah diburu oleh ekonom di Iran dan Sudan, tapi dengan sedikit dukungan dari dunia Muslim.

Meski demikian salah satu konsekuensi dari krisis ini adalah bahwa dana sukuk Arab akan menjadi lebih penting dan perbankan syariah bisa meningkatkan perannya dalam pembiayaan global, perkembangannya secara relatif tidak akan terpengaruh oleh krisis finansial. Batasan fundamentalis Muslim mungkin berpikir bahwa kegagalan kapitalisme yang segera terjadi akan memberikan mereka kesempatan yang sangat bagus, baik untuk mengambil manfaat dari ketidakstabilan dan untuk menciptakan beberapa khayalan teori ekonomi Muslim yang tidak praktis yang berdasar pada kediktatoran yang teokratis. Bagaimana pun juga pelajaran dari krisis akan menjadi kebalikan dari mimpi yang semu.

Kenyataannya adalah bahwa dukungan untuk partai Islam akan berkurang, kecuali jika mereka bisa memperbaiki kemampuan mereka dalam manajemen ekonomi. Dengan tanpa alasan, seperti naiknya dolar di tengah kekacauan, liberalisasi dan globalisasi akan muncul dari krisis yang ditata kembali dan lebih kuat, tapi berdasar pada distribusi kekuatan yang lebih adil. Indonesia adalah contoh menarik dari sebuah negara Muslim besar yang bisa bertahan dari dampak negatif krisis finansial. Memiliki populasi yang cukup besar dan anggaran negara yang cukup untuk mendorong perkembangan ekonomi yang stabil, bahkan dihadapkan pada tsunami finansial. Setiap prospek diversifikasi pasar-pasar ekspor dan pendanaan sumber daya secara masuk akal dan cepat.

Kebanyakan warga Indonesia akan memiliki pekerjaan dan pendapatan yang diperkuat oleh ketentuan negara yang kuat yang berdasar pada pemberian jaminan minimal dan dorongan investasi infrastruktur yang maksimal. Terutama dalam bidang energi dengan bantuan pembayaran anggaran pembangunan negara untuk menopang laju pertumbuhan dan konsumsi. Bangsa Indonesia dapat menjadi contoh dalam menginspirasi negara Muslim lainnya untuk melakukan hal yang sama dan tidak menjadi lemah semangat oleh meledaknya sebuah gelembung ideologis Anglo Saxon yang berdasar pada akses yang mudah dan tiada akhir ke kredit yang murah, ledakan kredit dan perumahan yang tidak stabil, dan pada kehidupan di luar batas yang anda inginkan.

Perubahan keseimbangan kekuatan ekonomi internasional akan membawanya menuju sistem global yang lebih stabil, yang berdasar pada keseimbangan kekuatan baru dan sebuah kerangka peraturan negara yang lebih kuat, dengan pelaksanaan yang jauh lebih baik di masa depan dibanding masa lalu. Sejalan dengan pembaruan globalisasi, akan datang perubahan kedua yang lebih besar, yaitu ekonomi Selatan, selagi masih mencari relasi yang kuat dengan AS dan Eropa, akan mencari juga cara untuk menghindari terlalu bergantung kepada mereka lagi. Lebih baik menghadapinya dengan segenap kekuatan daripada dengan ketidakberdayaan.

Organisasi Konferensi Islam (OIC) telah mendeklarasikan pada awal Dakar Summit dan di tempat yang lain bahwa ekonomi Muslim harus bekerja sama dalam mendukung perdagangan dan investasi, penguatan usaha kecil dan menengah (UKM) dan ekspansi pembiayaan Islam dalam pelayanan perbankan dan investasi.

Konvergensi minat yang besar akan datang jika Lembaga Pembiayaan Islam (IFI) akan mengambil kesempatan yang dihadirkan oleh krisis finansial sekarang ini untuk memperluas investasi secara besar-besaran dengan pemerintah dan sumber-sumber pembiayaan lainnya. Termasuk dana bantuan multilateral dan bilateral untuk membiayai proyek stasiun pembangkit listrik dan air dan sanitasi yang merupakan kekurangan dalam dunia Muslim. Ini akan menjadi keuntungan yang besar dari krisis finansial.

Area terbesar ketiga yang bisa kita harapkan dampak positifnya dari krisis finansial ini adalah pada resolusi perselisihan Palestina-Israel. Sebenarnya tidak banyak orang peduli lagi apakah Israel dan Palestina akan setuju menjadi satu negara, dua negara, tiga negara, atau tiga setengah (seperti kasus Britania Raya dan Irlandia Utara). Masyarakat Muslim dunia berharap bahwa apa pun yang akan mereka lakukan, mereka harus segera bertindak, sebelum mereka kehilangan kesempatan itu Selamanya dan menjadi suatu pertunjukan yang menyedihkan dan marginal dalam dunia yang sangat sibuk.

Inti dari dampak krisis finansial global secara cermat adalah risiko Israel dan Palestina menempatkan diri mereka sendiri yang terpinggirkan dan secara meningkat tidak relevan dengan kepercayaan utama dari masalah kritis yang dihadapi oleh sebagian besar negara Muslim, seperti pertahanan ekonomi dan perkembangannya, mengalamatkan perubahan iklim, dan memperkuat kebudayaan kota, struktur politik, dan lembaga-lembaga politik.

Kedatangan Mrs Tzipi Livni sebagai perdana menteri Israel akan menjadi suatu perubahan yang disambut dengan gembira dan penuh harapan. Bila dia pada akhirnya mendapatkan kesempatan itu, kemudian dapat menarik partai Kadima kembali ke gagasan aslinya untuk berusaha dan menemukan jalan keluar dari kebuntuan dengan melakukan hal-hal baru. Contohnya, perjanjian nonagresi dengan Lebanon, perjanjian perdamaian dengan Suriah, dan akhirnya sebuah persetujuan dengan rakyat Palestina

Sekarang waktu untuk Hamas dan Fatah menyetujui perjanjian baru dan pemilihan baru walaupun perlakuan pemerintah Hamas yang terpilih secara demokratis adalah hal yang memalukan. Adalah saat yang tepat bagi rakyat Palestina dan Israel untuk mengejutkan dunia dengan suatu pemikiran yang baru.

Level permukiman dan balkanisasi Palestina, ditambah dengan pengingkaran pada negara kembar, sudah merupakan negara kesatuan dengan Israel mungkin merupakan satu-satunya hasil yang mungkin. Satu konfederasi kerja sama yang terdiri dari dua negara dengan satu perserikatan ekonomi mungkin merupakan respons yang baik pada krisis finansial global dan mengakhiri penderitaan panjang solusi klasik dua negara. Atau memperluas konfederasi dan mengundang Yordania untuk bergabung. Israel mungkin merasa lebih aman dan memiliki prospek yang lebih baik untuk kemakmuran ekonomi yang lebih pesat dalam sebuah konfederasi tiga negara.

Sebagai alternatif, singkirkan segala kekhawatiran tentang negara kesatuan. Temukan solusi yang baik untuk rakyat Palestina dan Israel untuk hidup bersama (distrik, penggabungan, apa pun) dan fokus pada satu area perdagangan bebas dan perserikatan ekonomi dari Mediterania sampai Teluk Persia. Biarkan semua orang yang ingin bergabung. Suatu hal yang gila ? Tidak lebih gila daripada apa yang telah dilakukan oleh orang Eropa sejak 1945. Krisis finansial berarti bahwa kita membutuhkan beberapa pemikiran yang benar-benar segar dari negara Muslim, partai politik, dan para ekonom. Sekaranglah saatnya untuk membangun dunia yang baru.

Tidak ada komentar: