Sabtu, 15 November 2008

Fareed Zakaria


Oleh: Ahmad Syafii Maarif

Suatu kali Fareed Zakaria pernah bertutur begini: ''Adakalanya saya mendapatkan diri saya dalam posisi kurang enak untuk dipepetkan ke suatu dunia yang bukan milik saya, dalam arti bahwa saya bukanlah seorang religius.'' Fareed kelahiran Mumbai, Maharashtra, India, pada 20 Januari 1964. Ayahnya Rafiq Zakaria, politikus dalam Partai Kongres India, di samping seorang sarjana Muslim. Ibunya Fatima Zakaria, pernah berkarier sebagai editor Times of India, edisi Ahad.

Pendidikan awalnya pada Cathedral and John Connon School di Mumbai, tampaknya milik misi Kristen di kota itu. Usia 18 tahun, Fareed merantau ke Amerika, mula-mula kuliah di Universitas Yale, kemudian ke Universitas Harvard untuk PhD dalam ilmu pemerintahan. Istrinya Paula Throckmorton, telah dikurnia tiga anak: Omar, Laila, dan Sofia.

Pekerjaan sekarang sebagai editor internasional mingguan Newsweek, sebelumnya editor pada jurnal Foreign Affairs, dua penerbitan sangat bergensi di Amerika. Salah seorang gurunya di Harvard adalah Samuel P Huntington, penulis buku sarat kontroversial The Clash of Civilizations and the Remaking of World Order (1996).

Karya terbaru Fareed Zakaria adalah The Post-American World (WW Norton & Company, 2008). Sebelumnya The Future of Freedom: Illiberal Democracy at Home and Abroad (WW Norton & Company, 2003), telah diterjemahkan ke dalam belasan bahasa dan laku keras. Komentar Huntington tentang The Future of Freedom adalah: ''Dengan kefasihan dan kedalaman pengetahuan, Fareed Zakaria menyatakan untuk masa kita suatu kebenaran fundamental yang sebelumnya telah diartikulasikan oleh Aristoteles dan Tocqueville: demokrasi yang tidak diatur meruntuhkan kebebasan dan rule of law (pemerintahan berdasarkan hukum). The Future of Freedom (Masa Depan Kebebasan) adalah salah satu buku terpenting tentang kecenderungan politik global yang terlihat pada dasawarsa yang lalu. Analisisnya yang bijak dan menenangkan menjadi pelajaran penting bagi siapa saja yang peduli pada masa depan kebebasan di dunia.''

Tidak saja Huntington yang menilai. Seorang Henry Kissinger juga tidak ketinggalan: ''Fareed Zakaria, salah seorang penulis muda yang amat brilian, telah menghasilkan sebuah karya memesona dan merangsang pemikiran tentang dampak prinsip-prinsip konstitusional Barat atas tatanan global.''

Baik kajian terhadap The Future maupun atas The Post-American telah bertebaran di berbagai media dunia, seperti tak berhenti mengalir. Bahkan, satu media Esquire telah menobatkan Fareed Zakaria sebagai salah seorang dari 21 manusia terpenting di abad ke-21.

Dalam usia 44 tahun, Fareed telah muncul sebagai sosok yang diperhitungkan orang karena analisisnya yang tajam, berimbang, dan disertai data sejarah yang komprehensif. Fareed tidak saja muncul di Newsweek, juga di ABC, CNN, dan di media lainnya. Entah berapa negara dunia yang telah dijelajahinya sebagai wartawan, pengarang, dan pemikir. Saya sendiri sudah sejak beberapa tahun ini mengikuti dengan tekun berbagai pendapatnya tentang perkembangan global mutakhir. Fareed semula mendukung penggunaan kekuataan militer PBB terhadap Irak dengan personel sekitar 400 ribu.

Saya tidak tahu mengapa Fareed yang biasanya sangat hati-hati, sampai menyetujui pengiriman pasukan PPB ke Irak, sementara Amerika kemudian telah melakukan invasi ke sana tanpa persetujuan Dewan Keamanan PBB.

Adapun kegagalan politik luar negeri Bush di Irak telah dikecamnya dalam berbagai tulisannya. Bagi Fareed, memaksakan demokrasi atas bangsa lain yang belum siap untuk itu adalah kerja sia-sia dan pasti membawa korban. Minggu-minggu terakhir Oktober 2008, Fareed telah terang-terangan mendukung Obama untuk menjadi presiden yang ke-44 Amerika, sekalipun sinyal ke arah itu sudah terasa jauh sebelumnya.

Pesan tersirat apa sebenarnya yang hendak dikatakan oleh Resonansi ini? Jika sudah disampaikan bukan tersirat lagi namanya. Tetapi baiklah, tersirat atau tidak, saya ingin mengatakan bahwa semua manusia dengan latar belakang agama, ras, kultur, geografi, dan sejarah yang bermacam-macam, dapat dan berhak meraih posisi terkemuka dalam percaturan global. Tergantung adanya disiplin dan kemauan keras untuk itu.

Kasus Obama dan Fareed Zakaria adalah contoh terbaik terkini bagi kita. Obama, si kulit hitam pertama yang maju sebagai calon presiden, di tengah-tengah lingkungan kultur kulit putih. Fareed Zakaria adalah kolumnis Muslim papan atasNewsweek, baik untuk edisi domestik maupun internasional. Tingkat peradaban dunia sekarang secara berangsur tetapi pasti semakin bercorak meritokratik: menghargai manusia sesuai dengan kualitas pribadinya. Saya tidak tahu, apakah di dunia Muslim hal serupa bisa berlaku?

Tidak ada komentar: